Adinata dan paman gembul berjalan dengan santai saat kembali ke nglanggeran. Setelah kira-kira setengah hari sampailah mereka berdua di bukit nglanggeran. Namun betapa terkejutnya mereka berdua, rumah sederhana kakek darma sibocah sakti sudah hancur berantakan rata dengan tanah. Terdapat juga sisa-sisa bekas pertarungan yang dahsyat. Pohon-pohon seperti terbakar. Sepertinya kakek darma sempat menggunakan jurus sengatan listrik gunung api purba untuk menghadapi lawan. Terdapat bekas jejak kaki yang banyak sekali sepertinya yang datang adalah satu gerombolan. Adinata khawatir sekali dengan kakek darma, ia segera membersihkan sisa-sisa reruntuhan rumah untuk mencari petunjuk. Setelah sekian lama mencari, ia menemukan buku panduan jurus sengatan listrik gunung api purba.
Adinata segera memeriksa sekeliling rumah kakek darma, Di sebuah pohon besar di depan rumah, ia menemukan secarik kertas yang sengaja ditempelkan untuk memberi pesan. Adinata segera membaca pesan tersebut.
Adinata
Jika kamu ingin calon istrimu ambarwati selamat, kamu harus melawanku dengan jurus sengatan listrik gunung api purba. Oh ya, si bocah bengek dan istrinya turut aku bawa serta. Temui aku di pantai watu kodok saat malam bulan purnama.
Persiapkan dirimu, jangan buat aku kecewa.
Ki Bangor
"Bagaimana ini paman gembul, apa pendapatmu?" tanya Adinata. Paman gembul sebenarnya juga mengkhawatirkan nasib ambarwati dan terutama istrinya, nyi lastri. "Den nata, bagaimana kalau kita ke hutan pinus dulu, untuk memastikan keadaaan, baru setelah itu kita rencanakan lebih lanjut" kata paman gembul bijaksana. "Baiklah paman, aku ikuti saranmu, marilah kita segera ke hutan pinus. Biar cepat, kita naik kuda saja" kata Adinata. "Baiklah den nata, saya akan pergi sebentar untuk mencari kuda yang boleh disewa" kata paman gembul. "Tidak usah sewa paman, ini aku ada uang, belilah dua kuda yang sehat dan kuat" kata Adinata. "Baiklah den nata" jawab paman gembul. Paman gembul segera menuju ke dusun nglanggeran untuk membeli kuda, kemudian tidak berapa lama kemudian sudah kembali ke gunung api purba nglanggeran tempat adinata menunggunya.
Keduanya segera bergegas naik kuda dengan kencang menuju ke hutan pinus mangunan. Setelah sampai disana betapa terkejutnya adinata dan paman gembul. Rumah nini wilis yang indah juga telah rata dengan tanah. Tiba-tiba datang nyi lastri yang tiba-tiba muncul dari balik pohon pinus. "Kakang gembul, kaukah itu, aku takut sekali" kata nyi lastri masih ketakutan. "Tenanglah dik, syukur kamu tidak apa-apa" nanti kita bicarakan pelan-pelan jawab paman gembul. "Iya mbok lastri, tenanglah" kata adinata. Adinata sendiripun sebenarnya sangat mengkhawatirkan keadaan ambarwati dan ingin bertanya kepada nyi lastri, akan tetapi ia menahan diri menunggu waktu yang pas.
"Paman gembul, kita sebaiknya beristirahat, membersihkan badan, dan makan dulu. Mari kita ke warung yu sum" ajak adinata. "Terimakasih den nata, tahu saja kalau saya sedang lapar" kata paman gembul. Nyi Lastri tersenyum melihat tingkah suaminya. "Maafkan suami saya ya den, dia memang orangnya suka gitu, malu-maluin" kata nyi lastri. "Ha ha ha, tenang saja mbok, saya sudah hafal betul dengan sifat paman gembul" kata adinata.
Setelah mereka bertiga selesai makan, kemudian bersih-bersih dilanjutkan beribadah di mushola, dan beristirahat Adinata melanjutkan perbincangan. "Nyi Lastri, ceritakan dengan serinci mungkin, kejadiannya seperti apa?" Adinata bertanya. "Tidak berapa lama setelah den nata pergi, tiba-tiba datanglah rombongan orang berkuda menuju kemari. Pemimpinnya yang bernama Ki Bangor bertanya dengan penuh amarah siapa pewaris ilmu sengatan lisitrik gunung api purba ciptaan Ki Wisesa. Ki Bangor berniat untuk melakukan adu ilmu kembali karena dulu kalah dalam pertarungan melawan Ki Wisesa. Nini wilis menjawab bahwa ia dan suaminya adalah pewarisnya. Namun ternyata ia kurang puas dengan jawaban nini wilis kemudian ia langsung berusaha meringkus nini wilis. Nini wilis melawan sekuat tenaga namun ia seolah tidak berdaya. Ki Bangor mempunyai jurus menyerap energi lawan dan memindahkan ketubuhnya. Ambarwati yang berusaha menolongpun bernasib sama. Ki Bangor melihatku namun tidak berusaha untuk menangkapku. Ia cuma berpesan untuk mengingatkan den nata untuk bertarung pada bulan purnama besok di pantai watu kodok" nyi Lastri bercerita panjang lebar.
"Oh ya den, ini nini lastri sempat menitiupkan sesuatu untuk saya sampaikan kepada den nata" kata nyi lastri. "Apakah itu nyi, saya jadi penasaran?" tanya adinata. Nyi lastri tidak menjawab namun langsung mengeluarkan sarung tangan dengan warna persis seperti warna kulit manusia. Sehingga jika digunakan sama sekali tidak kelihatan jika mengenakkan sarung tangan. "Nini wilis berpesan agar den nata memakainya, terutama jika sedang berlatih ilmu silat ataupun sedang bertarung" nyi lastri menerangkan. "Baiklah nyi, sarung tangan ini saya terima dan akan saya gunakan sesuai amanah nini wilis" kata adinata sembari menerima pemberian sarung tangan pemberian nini wilis tersebut.
Setelah selesai mendengarkan cerita ketiganya segera bersiap-siap. "Kita mau kemana den?" tanya paman gembul. "Ini masih ada waktu dua pekan untuk berlatih sebelum bulan purnama, kita berlatih di nglanggeran saja dan kita menginap dirumahnya pak kerto dan mbok mirah" jawab Adinata. "Baik dan nata, saya setuju dengan pendapat den nata" sahut paman gembul. Mereka bertiga segera bergegas menuju nglanggeran dengan naik kuda.
Setelah beberapa lama kemudian, sampailah mereka bertiga di warung mbok mirah. Mereka bertiga langsung menemui mbok mirah. "Selamat malam mbok, maaf mau tanya, bolehkah kami bertiga menginap di rumah mbok selama sekitar sepekan, untuk biayanya kami akan membayar di depan, mbok tidak usah khawatir" kata adinata. "Oh, silahkan den adinata, kami sekeluarga sangat tersanjung jika aden berkenan menginap di gubuk kami" jawab mbok lastri. "Ini kebetulan warung sudah mau tutup, den adinata tunggu sebentar ya, nanti kita bareng menuju ke rumah".
"Saya boleh bantu menutup warung mbok?" tanya nyi lastri. "Terimakasih nyi lastri sudah mau membantu" jawab mbok lastri. Mbok mirah dengan dibantu nyi lastri dengan cekatan beres-beres warung. Tidak berapa lama kemudian mereka berempat segera menuju ke rumah mbok mirah dan pak kerto. Mengetahui kedatangan adinata beserta paman gembul dan nyi lastri, pak kerto sangat gembira. "Selamat datang den adinata, paman gembul dan nyi lastri, bapak sangat gembira dengan kedatangan kalian".
Pagi harinya, saat sarapan adinata menyampaikan maksud dan tujuannya datang menginap ke rumah pak kerto. Pak kerto dapat memahami apa yang sedang dialami oleh adinata beserta sahabat-sahabatnya dan memintanya untuk bersabar. Setelah sarapan pagi Adinata ditemani paman gembul segera menuju ke bukit gunung api purba nglanggeran untuk berlatih.
Adinata berlatih dengan tekun. Ia mempelajari buku jurus silat sengatan listrik gunung api purba yang ditemukan di reruntuhan rumah kakek darma. Adinata tidak menemui kesulitan mempelajarinya. Hari demi hari adinata belajar dengan tekun, dan sampailah adinata ke bab terakhir dari jurus sengatan listrik gunung api purba namun ia ternyata menemui kesulitan. Ia berulangkali mencobanya namun ia selalu gagal padahal waktu sudah mepet mendekati malam bulan purnama.
"Bagaimana ini paman gembul, aku tidak dapat menyelesaikan bagian terahir dari jurus silat sengatan listrik gunung api purba ini, apakah kamu mempunyai saran paman?" tanya adinata saat sedang berbincang-bincang di rumah pak kerto sehabis sarapan pagi. "Maaf den nata, saya juga tidak tau" jawab paman gembul. Nyi lastri yang kebetulan mendengar keluh kesah adinata menyahut. "Maaf den, kalau boleh, bibi ada sedikit saran" kata nyi Lastri. "Tentu saja boleh bi lastri, apakah saranmu?" tanya adinata. "Dulu nini wilis pernah berpesan untuk berlatih menggunakan sarung tangan yang dititipkan ke bibi untuk den nata, apakah selama berlatih den nata sudah menggunakannya?" tanya nyi lastri. "Oh, saya lupa bi, nanti saya akan berlatih menggunakan sarung tangan pemberian nini wilis tersebut" jawab adinata.
Setelah sarapan, adinata dengan ditemani paman gembul segera menuju ke gunung api purba nglanggeran untuk berlatih jurus sengatan listrik gunung api purba. Sesampainya disana adinata segera mempersiapkan diri untuk berlatih. Namun kali ini adinata berlatih menggunakan sarung tangan dari nini wilis. Ternyata sarung tangan itu bukan sembarang sarung tangan. Sarung tangan tersebut terbuat dari logam khusus hingga menjadi sarung tangan yang kuat namun sangat lentur.
Ketika adinata berlatih dan memusatkan seluruh energi ketangannya, tiba-tiba sarung tanggannya bereaksi. Sarung tangan itu berubah menjadi senjata yang mengagumkan. Tangan adinata berubah menjadi seolah-olah menggunakan zirah ditangan. Ketika adinata berusaha untuk melepaskan energi puncak dari jurus sengata listrik gunung api purba, tangan adinata yang telah memakai zirah menjadi bercahaya dan dipenuhi oleh kilatan-kilatan listrik.
Adinata berkonsentrasi untuk mengarahkan serangannya ke arah tebing yang ada di gunung api purba nglanggeran. Setelah siap, ia langsung menyerang tebing dari jarak jauh dengan menggunakan puncak dari jurus silat sengatan listrik gunung api purba. Akibatnya sungguh luar biasa. Seolah-olah ada ledakan aliran listrik yang sangat besar menghantam tebing dan seketika tebing menjadi berlubang menganga dengan dibarengi efek menghitam karena terbakar disekelilingnya dan anehnya jika diperhatikan muncul gambar seperti cakar harimau pada dinding tebing tersebut.
"Paman gembul, tolong bilang ke nyi lastri untuk sementara tinggal di rumah pak kerto dulu, kita nanti malam langsung berangkat ke pantai watu kodok di pantai selatan gunungkidul" kata adinata kepada paman gembul. "Iya den nata, saya setuju, nanti segera saya bilang ke istri saya untuk membuat sedikit bekal untuk kita di jalan" jawab paman gembul. "Bagus paman, atur saja yang rapi" kata adinata mengiyakan perkataan paman gembul.
Sore harinya adinata beserta paman gembul berpamitan kepada pak kerto dan mbok mirah. "Kami mohon pamit dulu ya pak kerto dan mbok mirah, kami titip nyi lastri disini" pamit adinata. "Iya den nata, hati-hati dijalan, semoga selamat sampai tujuan dan kembali dalam keadaan sehat tidak kurang suatu apa" jawab pak kerto. "Kakang gembul, hati-hati ya" kata nyi lastri kepada suaminya. "Tentu sayang, aku akan berhati-hati, baik-baik ya dirumah pak kerto, kamu boleh bantu-bantu mbok mirah diwarung kalau kamu bosan dirumah" kata paman gembul.
Adinata dan paman gembul bergegas berangkat menuju pantai watu kodok di pantai selatan gunungkidul. Untuk mempersingkat waktu, keduanya naik kuda. Selama perjalanan mereka berdua sedikit keheranan. Karena sepertinya ada banyak penduduk sekitar dan beberapa orang yang berpenampilan seperti pendekar yang menuju ke pantai watu kodok gunungkidul.
Di perjalanan adinata melihat warung yang sangat ramai. Kebetulan adinata sudah lapar. "Paman gembul, bagaimana kalau kita beristirahat di warung tersebut, kebetulan aku sudah lapar. "Setuju sekali den nata, dari tadi perutku sebenarnya sudah berbunyi nyaring, tapi paman malu kalau bilang" jawab paman gembul. "Ah, paman bisa saja" jawab adinata sembari tersenyum.
Adinata dan paman gembul segera mencari tempat duduk. Untungnya masih ada tempat kosong meskipun letaknya dipojok. Suasana warung makannya sangat nyaman, serasa makan di rumah sendiri. "Paman gembul kamu sudah tahu caranya memilih rumah makan belum?" tanya Adinata. "Apakah itu den nata?" jawab paman gembul. "Kalau kamu memilih rumah makan itu usahakan memilih warung makan yang ramai, soalnya kemungkinannya ada dua, pertama masakannya enak dan yang kedua harganya terjangkau" kata adinata. "Iya. betul sekali den nata, saya sangat setuju dengan pendapat aden" kata paman gembul mengiyakan perkataan adinata. Tidak berapa lama kemudian ada pelayan warung yang datang. "Mau makan apa den?" tanya pelayan warung. "Disini yang paling laris apa makananna?" tanya adinata. "Disini yang paling laris mangut lele sama oseng kembang pakis den" jawab pemilik warung. "Oh kalau begitu saya pesan itu saja dan minumnya wedang ronde, pesan dua porsi ya" kata adinata memesan makanan dan minuman. "Baik den, ditunggu sebentar" kata pelayan warung makan tersebut.
Adinata penasaran dengan banyaknya orang yang menuju pantai watu kodok. Iapun bertanya dengan seorang pemuda desa yang sedang mengobrol bersama teman-temannya sambil menunggu makanan siap dihidangkan. "Kakang, kalau boleh tahu, sepertinya banyak orang yang menuju pantai watu kodok memangnya disana ada acara apa ya?" tanya adinata dengan sopan. "Oh, memangnya aden tidak tahu, besok malam kan akan diadakan sayembara memilih calon suami buat putri ki bangor yang sangat terkenal akan kecantikannya, cuma syaratnya harus dapat mengalahkan putrinya tersebut karena konon katanya ilmunya sangat tinggi, dan kabarnya juga ki bangor menantang seseorang untuk bertarung melawannya, sepertinya dendam lama" jawab pemuda desa tersebut. "Oh begitu ya kakang, terimakasih ya atas beritanya. "Oh ya kakang, nanti biar aku yang bayar pesanan kakang dan teman-teman kakang, hitung-hitung sedikit berbagi" kata adinata. "Terimakasih sekali aden, bersyukur sekali ada yang traktir, karena sebenarnya kami cuma bawa bekal uang sedikit" jawab pemuda desa itu senang hatinya.
Pagi harinya, sampailah adinata dan paman gembul di pantai watu kodok gunungkidul. Pantai Watu Kodok memiliki pasir putih dan air laut yang berwarna biru yang sangat indah. Di pantai ini terdapat beberapa batu karang yang terjal, batu tersebut menjadi daya tarik para pengunjung dan keunikan bagi pantai itu sendiri. Sesuai dengan namanya, Pantai Watu Kodok artinya Batu Kodok. Salah satu bongkahan karang besar di pantai ini ada yang menyerupai kodok. Inilah alasan mengapa penduduk sekitar menyebut pantai ini dengan nama Pantai Watu Kodok. Dengan deretan bebatuan karang terjal dengan hamparan Pasir bisa menjadi daya tarik tersendiri untuk Pantai ini.
Pantai watu kodok hari ini sangat ramai. Banyak orang berdatangan untuk melihat pertarungan antara ki bangor melawan murid dari ki wisesa. Banyak juga yang ingin melihat ataupun ikut serta dalam sayembara memilih calon suami buat putri ki bangor yang sangat terkenal akan kecantikannya. Melihat ramainya pengunjung, penduduk sekitar pantai banyak yang berjualan makanan yang menggugah selera seperti kacang rebus, jagung rebus, sate kambing, tongseng ayam, nasi gudek sambel, sayur kerecek, berbagai jenis olahan dari ikan, dan masih banyak lagi. Adapun minuman yang banyak dijual adalah kelapa muda yang masih segar habis dipetik dari pohon.
"Den nata, kita sarapan dulu ya den sambil menikmati pemandangan yang indah" kata paman gembul merayu adinata. "Ah, paman yang dipikirkan hanya makan saja, tetapi ayolah, kebetulan aku juga lapar belum sarapan" jawab adinata. "Nah, begitu kan enak den" kata paman gembul sambil tersenyum. Keduanya segera memesan makanan dan minuman dan sarapan pagi di tepi pantai.
"Mbok, kalau boleh tahu, sebenarnya Ki Bangor itu siapa sih?" tanya adinata kepada mbok penjual makanan. "Ki Bangor itu pendekar yang sangat ditakuti didaerah sini nak orangnya keras dan mudah marah, dan anak buahnya banyak. Tapi setahu simbok beliau orang baik karena sering memberi bantuan kepada penduduk sekitar pantai yang sedang kekurangan" jawab simbok penjual makanan. "Oh, begitu ya mbok, kalau putri kibangor itu konon katanya sangat cantik ya, siapakah namanya?" tanya adinata lagi. "Namanya Maheswari den, ia memang cantik sekali dan baik hatinya, ia sering sarapan kesini kok den" jawab simbok penjual makanan. "Apakah aden mau mengikuti sayembara, sepertinya aden seorang pendekar berilmu tinggi?" tanya simbok penjual makanan. "Ah, tidak kok mbok, saya cuma penasaran saja" kata adinata.
Bersambung
0 Komentar