Ki Gede Aryaguna mengoleskan minyak kayu putih ke hidung dada dan punggung Adinata. Tidak berapa lama kemudian Adinatapun tersadar dari pingsannya. "Alhamdulilah kamu sudah sadar ngger" berkata Ki Gede Aryaguna dengan lemah lembut. "Dimanakah aku Ki Gede ?" kata Adinata masih agak bingung karena baru terbangun dari pingsannya. Kamu masih di lapangan dusun Hargowilis Ngger, untung kamu tidak kurang suatu apa. Marilah kita beristirahat dirumah biar kamu bisa diobati lebih lanjut" berkata Ki Gede Aryaguna panjang lebar. "Terimakasih Ki Gede" jawab Adinata. "Anakmas Senopati, kamu minta tolonglah kepada adik seperguruan ananda Adinata untuk memapah Adinata kerumahku, dan sekalian umumkan kepada seluruh prajurit dan para pemuda kalbiru untuk beristirahat dan makan dirumahku" kata Ki Gede. "Baiklah Ki Gede, lalu bagaimana dengan para prajurit dan pemuda yang gugur, juga penjahat yang tewas" tanya Senopati Puspanidra. "Kuburkanlah dengan cara yang wajar dan selayaknya"saran Ki Gede Aryaguna. "Baiklah Ki Gede, saran dan nasihat Ki Gede akan segera saya kerjakan" jawab Senopati Puspanidra.
Setelah prosesi pemakaman selesai kemudian para prajurit dan pemuda kalibiru serta orangtua dan anak-anak bersama-sama menuju rumah Ki Gede Aryaguna. Di rumah Ki GedeAryaguna telah disediakan berbagai makanan dan minuman yang telah dimasak di dapur umum. Ada gudek, Sate Klatak, Bakpia, sayur krecek, geplak, gatot, nasi tiwul, tengkleng, jadah tempe dan nasi pondoh. Untuk minuman ada wedang bajigur, wedang sereh, wedang uwuh, kopi, teh, air kelapa muda dan masih banyak lagi.
"Warga Kalibiru sekalian, marilah kita doakan para prajurit mataram dan para pemuda kalibiru yang telah gugur melawan gerombolan penjahat yang akan memberontak terhadap kerajaan Mataram agar amal baiknya diterima disisi-Nya, dan disini kita juga bersyukur bahwa kita mampu mengalahkan gerombolan para penjahat itu dengan korban yang sedikit. Mari sebelum menikmati hidangan kita berdoa terlebih dahulu agar keberkahan selalu menyertai kita semua" berkata Ki Gede Aryaguna kemudian memimpin doa.
Setelah itu seluruh warga Kalibiru menikmati semua hidangan yang telah disediakan. Semuanya bersuka cita karena telah mampu mengalahkan gerombolan penjahat yang selalu meresahkan warga kalibiru. Para prajurit mataram dan warga tanah perdikan Kalibiru asyik bercerita tentang pertarungan di lapangan pinggir desa hargowilis. Warga dan prajurit mataram sangat kagum dengan para pemuda yang sudah berilmu tinggi seperti Adinata dan senopati Puspanidra. Banyak yang kemudian berencana menuntut ilmu silat diperguruan lereng merapi.
Di hari berikutnya Adinata berbincang-bincang dengan Ki GedeAryaguna dan Senopati Puspanidra. Paman Gembul juga ada di teras namun tidak ikut bergabung dalam perbincangan. Adinata melihat Ki Gede Aryaguna kelihatan nampak sedih. "Ki Gede, ada apa gerangan Bopo bersedih, adakah yang bisa saya bantu?" bertanya Adinata. "Terimakasih Ngger, sudah perhatian dengan Bopo. Sebenarnya Bopo sedih karena Nimas Ambarwati belum jelas nasibnya sampai sekarang". "Oh, begitu Bopo, saya bersedia untuk mencarinya sampai ketemu karena saya juga sangat mengkhawatirkannya, tapi adakah petunjuk Bopo saya harus mencari kemana?" bertanya Adinata. "Carilah ke Gunung Purba Nglanggeran, karena terakhir saya lihat dia dibawa oleh Si Bocah Sakti" saran Ki Gede Aryaguna. "Baiklah Bopo, saya akan segera mencari Nimas Ambarwati secepatnya, kalau perlu hari ini juga saya berangkat" jawab Adinata dengan mantap.
Tidak berapa lama kemudian Nyi Lastri datang membawakan wedang jahe dan peyek kacang. "Mari silahkan diminum, monggo Adi Senopati dan Ngger Adinata" Ki Gede Aryaguna mempersilahkan. "Paman Gembul, mari ikut minum disini, ini lho ada peyek kacang kesukaanmu" ujar Adinata menawarkan makanan dan minuman untuk paman Gembul. "Terimakasih Den Nata, saya nanti saja di dapur, emm bolehkah saya bertanya?" tanya paman Gembul ragu-ragu. "Silahkan paman, ada apa?" jawab Adinata mempersilahkan. "Bolehkah paman ikut den nata mencari den ayu Ambarwati, karena saya juga mengkhawatirkannya?" tanya paman gembul. "Iya Den Nata, bolehkah jika saya juga ikut mencari Den Ayu Ambarwati, karena saya yang merawatnya sejak kecil, jadi saya juga kepikiran terus dengan keselamatan Den Ayu" kata Nyi Lastri. "Hmm, bagaimana ini Bopo?" tanya Adinata meminta pertimbangan. "Sudah ijinkan saja Adi, tapi sayaratnya mereka harus dinikahkan dulu" saran Ki Senopati.
"Benar sekali saran dari Senopati Puspanidra, ijinkan saja mereka ikut mencari Nimas Ambarwati, tapi memang sebaiknya mereka dinikahkan dulu, supaya tidak timbul fitnah" kata Ki Gede Aryaguna membenarkan saran dari senopati Puspanidra. "Bagaimana paman gembul dan nyi Lastri, apakah kalian bersedia untuk dinikahkan dalam waktu dekat ini?" tanya Ki Gede Aryaguna. "Alhamdulilah, kami berdua sangat setuju kalau dinikahkan, tapi terus terang kami belum ada persiapan biaya Ki Gede" jawab paman gembul dengan jujur. "Sudahlah, kalau masalah itu kamu tidak usah memikirkan, biar nanti saya berembug dengan orangtua kalian bagaimana sebaiknya" kata Ki Gede menenangkan paman gembul. "Sekarang silahkan kalian bilang dulu kepada orangtua kalian masing-masing biar nanti tidak kaget" nasihat Ki Gede Aryaguna. "Baik Ki Gede, terimakasih sekali, mari Den Nata, Den senopati, kami berdua pamit kebelakang" ujar paman gembul pamit. "Mari Nyi kita kebelakang" ajak paman gembul pada Nyi Lastri. "Paman gembul, Nyi Lastrinya digandeng jangan sampai jatuh" kata Adinata menggoda. "Ah, den nata bisa saja" jawab paman gembul malu-malu. Nyi Lastri yang mendengar godaan Adinata ikut tertunduk malu namun ada rasa sangat bahagia dihatinya karena sebentar lagi akan dilamar oleh paman gembul.
Tiga hari kemudian, diselenggarakanlah pesta pernikahan yang meriah. Pernikahan diselenggarakan di rumah Ki Gede Aryaguna. Semua biaya ditanggung oleh Ki Gede Aryaguna. Dalam pernikahan itu ada hiburan paginya jathilan dan malamnya wayangkulit semalam suntuk dengan mengundang dalang yang sangat terkenal di wilayah Mataram. Warga kalibirupun sangat bergembira dan berbahagia dengan adanya hiburan gratis tersebut. Paman gembul dan Nyi Lastripun sangat berbahagia dengan kemeriahan acara pernikahannya dan tidak henti-hentinya mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada Ki Gede Aryaguna. Paman Gembul dan Nyi Lastri juga sangat berterimakasih kepada Adinata dan Senopati Puspanidra yang telah mendukung terselenggaranya pernikahan dadakan tersebut.
Pada suatu pagi, setelah sepasaran manten, Adinata, paman gembul dan Nyi Lastri mohon pamit kepada Ki Gede Aryaguna untuk mencari Ambarwati ke Gunung Purba Nglanggeran untuk menemui Si Bocah Sakti. Adapun senopati Puspanidra kembali ke Kuthagedhe Ibukota kerajaan Mataram dengan membawa tawanan gerombolan penjahat yang tertangkap.
Perjalanan ke Gunung Purba Nglanngeran berjalan dengan lancar. Disepanjang perjalanan paman gembul yang sedang senang hatinya tak henti-hentinya melucu dan membuat Adinata dan Nyi Lastri tidak berhenti tertawa sampai sakit perutnya. Siang harinya sudah separuh perjalanan, Adinata beserta paman gembul dan nyi lastri mampir makan siang di warung nasi mbah Kromo. Warung itu sangat terkenal di Mataram. Di warung tersebut tersedia semua makanan yang enak-enak dan berbagai minuman yang juga tak kalah segarnya. Ada nasi putih, nasi merah, nasi tiwul, nasi jagung; sayurnya ada gudek, krecek, pare, bayam, asem-asem, dan masih banyak lagi; minumnya ada teh panas, jahe, wedang uwuh, wedang bajigur, legen dan masih banyak lagi. Karena lapar ketiganya makan dengan lahap. Setelah selesai makan, beristirahat sebentar dan beribadah, mereka melanjutkan perjalanan.
Sore harinya Adinata beserta paman gembul dan nyi lastri sudah sampai ke jalan yang menanjak yaitu irung petruk. Perlahan-lahan mereka bertiga berjalan menuju ke arah Patuk dimana Gunung Purba Nglanngeran berada. "Aduh, kakang Gembul, aku sudah tak kuat berjalan" berkata Nyi Lastri mengeluh pada paman gembul. "Digendong saja paman, kamu kuat kan?" kata Adinata sedikit menggoda paman gembul. "Kamu mau nyi, saya gendong?" tanya paman gembul kepada Nyi Lastri istrinya. "Mau kakang" kata Nyi Lastri sambil sedikit mengangguk malu-malu. Adinatapun tersenyum namun pura-pura tidak melihat kemesraan antara paman gembul dan Nyi Lastri. "Ah, kenapa aku jadi teringat Ambarwati, semoga ia baik-baik saja" batin Adinata.
Malam harinya tibalah mereka bertiga di dusun nglanggeran patuk. Mereka bertiga kemudian menuju ke sebuah warung nasi yang masih buka. Mereka bertiga segera duduk di lincak mengelilingi sebuah meja makan sederhana yang terbuat dari kayu jati. "Mau makan apa tuan?" tanya seorang wanita separuh baya dengan ramah. "Disini ada menu apa saja mbok?" tanya Adinata. "Disini menunya ada Soto ayam, sate ayam, belalang goreng, sayur lombok ijo dan nasi merah, nasi tiwul, dan bakmi jawa" kata Mbok penjual warung. "Wah lengkap sekali, kalau minumannya ada apa saja?" tanya adinata lagi. "Disini ada Wedang teh nasgitel, wedang jahe susu, wedang sereh den" kata Mbok penjual nasi. "Minumannya juga lengkap ya Den Nata" kata paman gembul. Adinatapun mengangguk meniyakan perkataan paman gembul. "Nama simbok siapa ya kalau boleh tahu?" tanya Nyi Lastri. "Nama saya Mbok Mirah cah ayu" jawab simbok penjual nasi. "Oh mbok mirah, kenalkan saya lastri, dan ini suami saya gembul dan ini den adinata majikan kami" Nyi Lastri menerangkan identitas mereka dengan panjang lebar.
"Mbok Mirah, kami pesan semua makanan dan minuman yang ada disini, tapi hangatkan dulu ya mbok" kata Adinata. "Iya Den, saya siapkan dulu silahkan beristirahat dulu. Mbok mirah kemudian segera menyiapkan makanan dan minuman. Sekitar setengah jam kemudian makanan dan minumannya sudah siap. Adinata, paman gembul dan nyi lastri segera menikmati makanan dan minuman itu dengan lahap karena sangat lapar setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh.
Setelah selesai makan Adinata bertanya pada Mbok Mirah. "Mbok adakah tempat penginapan disini, karena kami sangat kelelahan dan ingin beristirahat?" tanya Adinata. Disini tidak ada tempat penginapan den, tapi kalau mau, aden bertiga boleh menginap dirumah saya. Tentu saja saya sangat senang sekali jika kalian mau menginap dirumah saya yang sederhana" kata Mbok Mirah panjang lebar. "Tentu saja kami sangat mau mbok, dimana ya letak rumah Mbok Mirah?" tanya Adinata. "Oh, tempatnya agak masuk kedalam dusun den, mari ikuti saya. Kebetulan saya juga sudah mau tutup" berkata Mbok Mirah mengajak Adinata, paman gembul serta Nyi Lastri. Dan malam itu mereka bertiga beristirahat dirumah Mbok Mirah di dusun nglanggeran.
Paginya Adinata, paman gembul dan nyi lastri berbincang-bincang dengan suami mbok mirah, pak kerto. "Sebenarnya, aden-aden dan nyai ini mau pergi kemana?" tanya pak kerto. "Kami sedang mencari seorang kakek dengan julukan Si Bocah Sakti, kabarnya ia bertempat tinggal di Gunung Api Purba Nglanggeran, apakah bapak tahu?" tanya Adinata. "Oh, kamu mau bertemu dengan kakek penunggu gunung purba, ia memang rada-rada aneh tapi ia seorang yang sangat baik hati. Ia suka mengobati orang yang sedang sakit" jawab pak kerto. "Anehnya bagaimana bapak, kami jadi penasaran?" tanya Adinata penasaran. "Ia memang suka menolong, tapi ia seperti anak kecil yang harus dibujuk dulu. Sudahlah nanti kamu juga tahu" jawab pak kerto panjang lebar. "Oh, begitu pak, gunung api purba nglanggeran dari sini masih jauh tidak?" bertanya lagi Adinata. "Sudah dekat nak, itu gunungnya kelihatan" jawab pak kerto sambil menunjuk sebuah perbukitan kapur. "Terimakasih bapak, kami akan segera menuju kesana, kami mohon pamit dulu" kata Adinata.
"Eh, sarapan dulu den, ini sudah simbok persiapkan" tiba-tiba mbok mirah muncul dari dapur. "Eh, terimakasih mbok, kami takut merepotkan" jawab Adinata berbasa-basi. "Den, sarapan dulu ya" berkata paman gembul penuh harap. "Hus, malu-maluin saja kamu paman" kata Adinata. "Tidak merepotkan, kami malah senang sekali, mari kita sarapan bersama-sama" ajak pak kerto. Kali ini adinata tidak bisa menolak. Karena lapar, mereka bertiga makan dengan lahap. Pak kerto dan mbok mirahpun senang tamunya mau menikmati hidangan ala kadarnya. "Terimakasih pak kerto, mbok mirah, kami mau menemui kakek penunggu gunung api purba nglanggeran, kami mau mencari kabar saudara kami Nimas Ambarwati" pamit Adinata. "Iya, silahkan denm hati-hati, saya doakan semoga maksudnya tercapai, dan jangan lupa mampir kemari, pintu rumah kami selalu terbuka lebar untuk kalian". Jawab pak Kerto. Dan Adinata beserta paman gembul dan nyi lastri melanjutkan perjalanan menuju gunung api purba nglanggeran.
Adinata dan paman gembul beserta nyi lastri bergegas menuju gunung api purba nglanggeran, jaraknya dari dusun nglanggeran tidak begitu jauh. Setelah sekitar satu jam berjalan kaki akhirnya tibalah mereka bertiga ke puncak gunung api purba nglanggeran. Di puncak gunung nampak ada sebuah rumah sederhana berdinding gedek bambu dan beratapkan daun jerami.
Di depan rumah nampak seorang kakek-kakek yang berpakaian aneh seperti layaknya anak kecil. Melihat kedatangan Adinata, paman gembul dan nyi lastri, orang itu nampak terkejut. "hai anak muda, ada apa kalian kemari?" tanya kakek itu. "Kami sedang mencari kawan kami, Nimas Ambarwati, apakah kakek tahu?" bertanya Adinata. "Oh, aku tahu tentang gadis itu, aku akan memberitahu tapi ada syaratnya" kata kakek itu.
"Mari kesini, duduklah dulu" kakek-kakek itu mempersilahkan tamunya untuk duduk di lincak bambu. "Terimakasih kakek" jawab Adinata beserta paman gembul dan nyi lastri. "Perkenalkan, saya Adinata, dan ini kawan saya paman gembul dan nyi lastri" kata Adinata memperkrnalkan diri. "Hmm, saya sebenarnya sudah tahu siapa kalian dan maksud kalian datang kemari" kata kakek-kakek itu. "Perkenalkan namaku Darma, dan orang-orang banyak memanggilku bocah sakti, mungkin karena pakaianku ini ya" Kakek Darma memperkenalkan diri. "Terus, bagaimana kabar Nimas Ambarwati sekarang kek, kami sangat khawatir?" tanya Adinata tidak sabar.
"Tenang-tenang, kita nanti bisa bercerita panjang lebar, Nyi Lastri, apakah kamu bisa membuatkan sekedar makanan dan minuman hangat untuk kami, di dapur sudah ada bahan-bahannya, tinggal dimasak saja" berkata Kakek Darma. "Bisa kek, saya akan segera mempersiapkannya. Nyi Lastri segera memasuki rumah dan menuju ke dapur. Rumah kakek darma cukup sederhana namun sangat bersih. Nyi Lastri segera menuju kedapur. Ternyata bahan-bahan untuk memasak sangat lengkap. Nyi lastri segera memasak dengan cekatan.
Tidak berapa lama kemudian makanan dan minuman sudah siap. Nyi Lastri segera menyajikannya ke teras rumah. "Mari silahkan dinikmati" Nyi Lastri mempersilahkan Kakek Darma dan Adinata beserta paman gembul untuk menikmati makanan dan minuman yang sudah tersaji. "Mari Nak, kita bercerita sambil makan, kamu juga nyi lastri, mari kita makan bersama" Kakek Darma mempersilahkan. "Terimakasih kakek, saya nanti makan di dalam saja" jawab Nyi Lastri. Kakek Darma bersama Adinata dan paman gembul segera menikmati hidangan yang telah disediakan dengan lahapnya. "Wah, kamu pintar memasak sekali Nyi" puji kakek darma. "Terimakasih kakek, nanti saya buatkan lagi hidangan yang lebih enak" kata Nyi Lastri bangga masakannya dipuji.
"Kek, tempat ini nyaman dan indah sekali, kalau boleh tahu, kenapa tempat ini bisa dinamakan gunung api purba nglanggeran, padahal setahu saya ini hanyalah perbukitan biasa saja?" bertanya Adinata. "Setau kakek, Gunung Nglanggeran berasal dari Gunung api dasar laut yang terangkat dan kemudian menjadi daratan jutaan tahun lalu. Gunung ini memiliki bebatuan besar yang menjulang tinggi sehingga biasanya digunakan sebagai jalur pendakian dan tempat untuk pertapaan warga.Puncak gunung tersebut adalah Gunung Gedhe di ketinggian sekitar 700 meter dari permukaan laut, dengan luas kawasan pegunungan mencapai 48 hektar" oh begitu ceritanya kek, saya baru tahu.
"Kek, kalau boleh saya tanya, kakek mempunyai bahan makanan banyak sekali darimana kek, apakah kakek membelinya?" tanya nyi lastri penasaran. "Tidak nak, orang-orang kampung yang ngasih. Kebetulan kakek suka mengobati orang yang sakit dan mereka memberi kakek bahan makanan, dan kakek suruh menaruh di dapur" jawab kakek darma. "Oh, begitu kek ceritanya, saya baru paham" kata nyi lastri sambil manggut-manggut.
"Kek, mohon maaf sebelumnya, bisakah kakek menceritakan tentang nasib nimas ambarwati sekarang?" tanya Adinata. "Ha ha ha, kamu memang calon suami yang baik, begitu menghawatirkan calon istrinya" kakek darma tertawa. Adinata sebenarnya heran darimana kakek darma tahu bahwa ia calon suami dari ambarwati. namun ia tidak bertanya lebih lanjut."Ketahuilah nak, saat ini nimas ambarwati sedang dalam proses penyembuhan. Tapi ia tidak berada disini, tapi ditempat nini wilis, istriku, ia sekarang bertempat tinggal di hutan pinus, di wilayah mangunan sana". Kakek darma menjelaskan panjang lebar. "Jauhkah tempatnya kakek, kami akan kesana" kata Adinata. "Tempatnya sebenarnya tidak jauh, hanya sekitar setengah hari dari sini. Namun percuma jika kalian kesana, ia pasti tidak akan mau menanggapi" kata kakek darma. "Kenapa kakek, kalau kami boleh tahu?" tanya adinata.
"Ia sebenarnya sedang marah denganku, makanya ia pergi ke rumah saudaranya di hutan pinus. Ia sudah bilang tidak akan menyerahkan ambarwati kepada siapapun sebelum aku mampu memenuhi syarat darinya" berkata kakek darma. "Syarat apakah itu, siapa tahu kami bisa membantu?" tanya Adinata. "Untuk kalian ketahui, mertuaku adalah seorang pendekar hebat yang telah tiada. Ia terkenal dengan ilmunya jurus sengatan listrik gunung api purba. Dan aku sudah menguasainya, namun belum tuntas. Nini wilis memintaku untuk mencari seorang murid yang mampu menguasai jurus itu baru ia mau menyerahkan ambarwati dan kembali kepadaku. Ambarwatipun sudah mengetahui syarat itu dan iapun tidak berkeberatan karena yakin kamu bakal bisa menguasainya. Nah pertanyaannya adinata, apakah kamu sanggup belajar jurus sengatan listrik gunung api purba dan membantuku agar nini wilis bersedia pulang kerumah?" tanya Kakek darma. "Saya sanggu pkek, saya akan mematuhi semua nasihat kakek" jawab Adinata dengan mantap. "Baguslah, kita bisa mulai berlatih besok" Kakek darma puas dengan jawaban Adinata.
Pagi harinya Adinata berlatih bersama kakek darma. "Adinata, sebelum kamu mempelajari jurus sengatan listrik gunung api purba, kamu lihatlah peragaan jurus itu dulu" kata kakek darma. "Baiklah guru" jawab Adinata. Kakek darma segera bersiap-siap mengeluarkan ilmu puncak jurus sengatan listrik gunung api purba. Kakek darma membuat gerakan-gerakan yang aneh dimata adinata. Namun tidak berapa lama kemudian badan kakek darma seperti berkilat-kilat dan seperti dipenuhi aliran listrik. Tiba-tiba ditangannya seolah olah muncul api kecil. Kemudian dengan tangannya ia seolah-olah membuat api kecil itu menjadi sebuah bola kecil yang makin lama makin besar menjadi sebesar buah kelapa. Lalu ia melontarkan bola api kecil itu ke dinding bukit dan terjadilah ledakan besar, terbentuk lobang besar didinding bukit dan menghitam karena panasnya.
Adinata terkagum-kagum melihatnya. "Nah kamu sudah melihat kadahsyatan jurus ini, namun kamu perlu tahu, saya belum menguasai secara penuh ilmu ini karena ada dua bab terakhir yang belum dapat aku selesaikan hingga kini" berkata kakek darma sambil menunjukan sebuah buku jurus sengatan listrik gunung api purba. Nah kamu pelajarilah ini sambil kita berlatih bersama" berkata kakek darma panjang lebar. "Baiklah guru, saya berjanji akan berlatih sungguh-sungguh, supaya dapat segera menguasai jurus ini" jawab Adinata dengan mantap. "Bagus Adinata, saya yakin dengan kemampuanmu, kamu akan dapat menguasai jurus ini dengan cepat.
"Oh ya Adinata, ada kabar yang ingin aku sampaikan kepadamu" kata kakek darma. "Apakah itu guru?' tanya Adinata penasaran. "Saya telah mengirim kurir ke hutan pinus di mangunan untuk memberitahukan tentang kedatanganmu. Nini Wilis dan Ambarwati sangat senang sekali. Dan Ambarwati menuliskan surat ini untukmu" kata kakek darma sambil menyerahkan sebuah surat yang ditulis di kertas yang indah warna warni. "Terimakasih sekali kakek, kakek tahu saja tentang anak muda" jawab Adinata berseri-seri sembari menerima surat dari Ambarwati. "Bocah sakti gitu loh" jawab kakek darma sambil bercanda.
Bersambung
1 Komentar
Hebat
BalasHapus